Semangat Natal Membawa Hikmah


Di salahsatu Desa terpencil dengan jumlah penduduk sekitar delapan puluh enam (86) keluarga. Diantaranya ada keluarga miskin suami-iatri yaitu Ardin dan Tiomina, mereka memiliki satu anak laki-laki bernama Sumbu.

Sumbu diusia enam (6) tahun pernah mengikuti latihan liturgi menjelang Natal, tetapi Sumbu tidak jadi mengikuti Liturgi Natal karena tidak ada pakaian sebab Ayahnya Ardin jatuh sakit lumpuh (tidak bisa sembuh) sehingga tidak dapat memperoleh uang.

Dua tahun kemudian, Tiomina memasukkan anaknya Sumbu ke Sekolah Dasar (SD). Tiomina bermaksud, walaupun Sumbu tidak bisa tamat dari SD setidaknya Sumbu sudah bisa baca tulis, supaya tidak seperti Ibu (Tiomina) tidak bisa membaca dan menulis.

Setelah sekolah menjelang Natal, Sumbu mendapat Liturgi dari guru sekolah Minggu dan guru sekolah Minggu menganjurkan supaya semua anak sekolah minggu harus ikut liturgi pada malam 24 Desember untuk meriahkan sambutan hari kelahiran Yesus Kristus.

Sumbu pun penuh semangat untuk ikut Liturgi Natal atas saran guru sekolah minggunya, Ia (Sumbu) menyampaikan semangatnya itu kepada Ibunya "Mamah aku ikut liturgi nanti Natal ya mamah?".

Tiomina "Iya anak ku, tetapi nanti apa baju mu? kamu sudah tau mamah tidak ada uang untuk beli baju mu". Sumbu diam mendengar keterangan Ibu Tiomina, tetapi Ia tidak mengurangi semangatnya untuk mengikuti Natal yang akan datang.

Tiomina bergegas pergi jalan kaki ke kampung kakaknya bernama Hanna, jarak tempuh sekitar 17 Kilo Meter dari kampungnya, dengan tujuan meminta uang kepada Hanna supaya bisa membeli pakaian baru untuk Sumbu dalam perayaan natal 24 Desember.

Tiomina tiba di rumah kakaknya Hanna, mereka sudah lama tidak bertemu, Tiomina menceritakan maksud dan tujuan kedatangannya kepada Hanna. Tetapi Hanna menangis mendengar cerita adiknya Tiomina sambil memandang wajah Tiomina.

Hanna berkeluh kepada Tiomina menerangkan kepedihan yang Ia rasakan dikampunya itu, Hanna kena musibah gagal panen akibat hama merusak tanamannya selama dua (2) tahun. Hanna dapat memberi solusi terakhir dan memutuskan hanya dapat memberi baju bekas anaknya bernama Togur untuk dibawa pulang oleh Tiomina ke kampunya untuk dipakai Sumbu pada Natal Minggu depan 24 Desember.

Tiomina pulang, sekitar tiga (3) Kilo Meter dekat kampunya ada jalan berbukit, disana Tiomina berteduh dibawah pohon rindang karena sudah capek jalan kaki dari pagi hingga sore hari dan sudah merasa haus. Tiomina melihat kebawah ada air dibawah semak rawa, Tiomina turun mendekati air itu, Tiomina menyisihkan daun diatas air lalu meminum air itu.

Tiomina melanjutkan perjalanannya pulang ke rumah. Tiba dirumah, Ibu Tiomina menceritakan semua kabar tentang perjalanannya kepada suaminya Ardin dan anaknya Sumbu sambil memberikan baju bekas Togur kepada Sumbu untuk dipakai liturgi Natal nanti.

Pagi 24 Desember, Sumbu bangun dari tikar pandan yang usang dan robek itu, Sumbu berdoa ucap syukur kepada Tuhan karena Ia merasa akan ikut liturgi nanti malam. Sumbu mengangkat tikar dan mengambil baju bekas sepupuhnya dari bawah tikar, sudah terlihat pakaian itu mirip dengan baju yang sudah di setrika.

Sumbu mendekati Ibunya Tiomina sedang memasak Singkong untuk mereka makan pagi itu. Ada pun beras setengah liter direncanakan akan buat makan malam dan pergi ke Gereja.

Sambil menunggu masak singkong, Tiomina berunding dengan anaknya Sumbu dan berkata "Anak ku Sumbu, nanti habis makan, kamu pergi ke warung Sinta mengambil Kue Kembang Loyang ya? diminggu yang lalu sudah mamah bicarakan dengan Sinta". Sumbu menjajawab "Iya mamah" dengan nada semangat.

Sumbu tiba di warung Sinta, sumbu meminta "Tante aku disuruh mamah ambil Kue Kembang Loyang". Sinta menjawab "bilang ke mamah mu, harus bayar dulu baru dikasih Kembang Loyangnya, kata tetangga aku mamah mu tidak akan bayar kue ini nanti".

Sumbu diam termenung sambil melangkahkan kakinya pulang ke rumah. tiba di rumah, Sumbu menceritakan keterangan Sinta kepada Ibunya Tiomina, dan karena itu maka Sumbu tidak membawa Kue Kembang Loyang pulang ke rumah. Tiomina berkata "Sabar ya anak ku" (Tiomina menangis didalam hati).

Malam tiba, Sumbu memakai baju bekas sepupuhnya Togur dan pakaian itu terlalu besar sehingga celananya melorot. Ibunya Tiomina membuat ikat pinggang dari daun kelapa, lalu mereka pergi ke gereja tetapi ayahnya Ardin tinggal dirumah karena sakit lumpuh.

Acara Natal berlangsung di Gereja, tiba saatnya Sumbu giliran liturgi urutan nomor terakhir dari mereka yang berdiri lima (5) orang. Geser-geser menunggu mikrofon tali pinggang daun kelapa putus, Sumbu menjepitkan paha supaya celana tidak melorot, Sumbu menceriakan mukanya dan terlihat bergembira dengan tujuan supaya perhatian jemaat ke mukanya dan tidak melihat ke bagian celananya.

Mikrofon bergilir ke Sumbu dan membacakan liturginya Lukas 6:20-21
Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena kamu akan tertawa.

Sumbu mengucapkan teks liturginya sambil memandang Ibunya Tiomina sedang menangis dan bergilir memandang Sinta, Sinta pun merasa menyesal karena tidak memberikan Kue Kembang Loyang sambil berpindah ke belakang, Sinta tidak kuat mendengar makna liturgi Sumbu dan tidak sanggup melihat Tiomina menangis.

Pulang dari Gereja ke Rumah, Sumbu menceritakan situasi yang terjadi di Gereja kepada Ayahnya Ardin dan Ibunya Tiomina. bahwa tali pinggangnya putus sebelum liturgi, sekaligus Sumbu mengucapkan ulang liturginya didengar Ayahnya Ardin.

Dan Ardin berpesan tentang bunyi liturgi itu "sabar ya anak ku Sumbu, semua itu makna liturgi mu akan terjadi, dimana ada kemauan disitu ada jalan dan mungkin nanti kita akan kenyang makan dan tertawa pada waktunya."

Kisah nyata pada tahun 1975 - 1984.